Senin, 17 Maret 2014


Hidup Berkelimpahan

Oleh: Napoleon Manalu

 

 

Pendahuluan

Tuhan Allah menempatkan manusia di taman Eden agar mereka dapat menikmati segala berkat – berkat yang disediakan. Tetapi di dalam langkah selanjutnya Allah menetapkan peraturan – peraturan yang harus dipatuhi dan tidak dapat dilanggar. Konskwensi logis dari ketetapan Allah adalah ketaatan akan menjamin bahwa berkat – berkat yang disediakan akan tetap terpelihara. Sebaliknya setiap pelanggaran dan ketidaktaatan akan mendapat ganjaran yang yang memberikan hukuman yang setimpal yang akan menghilangkan setiap potensi dan kesempatan di dalam pemeliharaan Allah.

Alkitab secara langsung mengemukakan hubungan antara Tuhan dan manusia yang setiap waktu dapat mengalami perubahan. Allah memiliki ketetapan dan jaminan yang memberi kepastian hidup tetapi manusia memiliki kecendrungan untuk melarikan diri dari tanggung jawab. Kasus – kasus yang terjadi di dalam sejarah kemanusiaan dalam Perjanjian Lama menunjukkan bahwa manusia tidak dapat memahami rencana Allah. Konflik yang menimbulkan polemik di dalam peradaban antara Tuhan dan manusia sering menimbulkan ancaman terhadap kehidupan secara universal. Seperti yang terjadi pada zaman Nuh dimana Allah bermaksud melenyapkan segala mahluk hidup. Tetapi Allah menemukan Nuh sebagai orang benar yang berkenan kepadaNya, maka kelangsungan kemanusiaan masih tetap berlanjut. Allah adalah Tuhan yang mengasihi manusia tetapi sekali – kali tidaklah Ia tidak akan membiarkan dosa untuk menggagalkan rancanganNya.

 

 

1.      Dosa Sebagai Tantangan Utama

Dosa adalah pemicu konflik yang merusak segala sesuatu yang menghalangi manusia untuk dapat mencapai sasaran yang ditetapkan oleh Allah. Akibat dan dampak yang ditimbulkan oleh dosa bukan saja menimbulkan kematian melainkan juga konsep kehidupan mengalami kemerosotan. Manusia yang pada awal mulanya tidak perlu bersusah payah untuk mencari makanan karena segala sesuatu telah tersedia, setelah kejatuhan justru tanah menjadi terkutuk dan susah payah dan kelelahan adalah bagian yang tidak terpisahkan agar manusia dapat mempertahankan kehidupannya.

Penyebab dosa tidak muncul dari sebuah natur yang telah ditentukan untuk dilakukan atau sengaja diciptakan untuk menjerumuskan manusia. Melainkan adalah sebuah pilihan yang mengagungkan keinginan manusia pada hal – hal yang bersifat sementara. Jika manusia tidak terjebak pada sifat – sifat yang menuntut demi kepentingan diri sendiri, maka ia akan mengalami keleluasaan di dalam memahami kehendak Allah sesuai dengan rancangan dalam kekekalan-Nya. Allah sejak awal tidak menentukan agar ciptaan-Nya dibinasakan atau mengalami penderitaan, tetapi manusia mahluk mulia memilih jalan hidup yang berbeda. Sejak saat itulah dominasi manusia terhadap alam dan seisinya berakhir dan hidup yang dirancang Tuhan adalah suatu kemustahilan. Maka manusia menjadi pengembara di bumi dengan berbagai kesulitan dan penderitaan sampai kemudian ia pun akan berakhir pada yang sangat singkat.

Allah tidak mengubah rencana-Nya semula untuk menjadikan manusia menjadi penguasa atas alam semesta dengan maksud pengelolaan dan pemeliharaan atas bumi. Sekalipun demikian hukuman tetap dijatuhkan terhadap pelanggaran manusia namun kasih karunia yang dimiliki tetap ditawarkan dengan mengulang dan memulai kembali melalui orang – orang yang berkenan kepada-Nya.

Berkat yang dijanjikan oleh Tuhan berjalan lurus dan bersifat kekal baik dalam konteks masa kini maupun yang akan datang. Permasalahannya adalah terletak pada tanggung jawab manusia untuk menerima kepercayaan sesuai dengan janji yang diberikan oleh Tuhan. Sehingga penggenapan dan realisasi kehidupan yang telah dirancang di dalam kesempurnaan menemukan wujud dalam kapasitas sebagai manusia rohani yang hidup di dalam dunia dan bukan duniawi (kedagingan).

Menata ulang kembali makna kemanusiaan adalah proses yang harus dilalui agar gambaran tentang sebuah kehidupan yang ideal tidak dibenturkan pada kepentingan manusia semata – mata melainkan pada tujuan Allah. Setiap orang percaya secara langsung terhisap di dalam pembentukan wujud manusia baru melalui kelahiran baru di dalam Roh Kudus. Sehingga segala rencana dan tujuan Allah dan berkat – berkat baik secara jasmani dan rohani dimanfaatkan sebesar – besarnya bagi maksud pelebaran Kerajaan Sorga. Berkat Allah memiliki relasi secara khusus dengan pola dan gaya hidup orang – orang percaya sampai pada tujuan akhir selama mereka hidup di dalam dunia.

2.      Perjanjian Berkat Allah dalam PL

            Tujuan Allah menciptakan manusia adalah bahwa manusia ditakdirkan untuk berkuasa atas semua ciptaan dan menjadi raja di bumi.[1] Ada empat kovenan tanpa syarat yang membentuk dasar dari teologi PL dimana Allah akan menebus dan memberkati umat-Nya. Dalam kovenan Abraham (Kej. 12:-3) “tanah, benih, berkat”. Kovenan Palestina (Ul. 30:1-10) “tanah”. Kovenan Davidik (2 Sam. 7:12-16) “benih”. Kovenan Baru (Yer.31:31-34) “berkat”. Kovenan-kovenan tanpa syarat dari PL secara khusus menjelaskan natur dan masa depan kerajaan milenial. Melalui kovenan Abrahamik, Allah mulai berhubungan dengan bangsa Israel, dengan tujuan untuk membawa bangsa ini ke suatu tempat berkat rohani di mana bangsa ini akan menjadi alat Allah untuk memberkati bangsa-bangsa di dunia. Israel diberikan Kovenan Musa yang bersyarat sebagai demonstrasi kekudusan Allah. Mereka yang ingin masuk dalam persekutuan dengan Allah yang kudus, maka mereka juga harus memiliki standar kekudusan-Nya. Allah berhubungan dengan bangsa Israel dan non-Israel adalah untuk membawa mereka semua ke tempat berkat. Tema yang berulang kali dinyatakan dalam PL adalah kesinambungan tema tentang dosa umat manusia dan anugrah Allah untuk memulihkan manusia yang berdosa.

            Allah menjanjikan berkat, keturunan dan tanah kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Janji – janji itu dapat disertai sumpah, dihubungkan dengan perjanjian atau berdiri sendiri sebagai firman Allah; janji – janji itu merupakan benang merah dalam cerita leluhur. Memberikan janji, menjanjikan sesuatu, berarti memberitahu bahwa sesuatu akan diberi. Pelaksanaan dan pemberiannya yang menentukan baru berlangsung di masa depan, sedangkan pemberitahuannya, yang tak kurang pula menentukan berlangsung di masa kini.[2]

            Pembentukan sebuah generasi baru melalui Abraham, tentu bermuara pada pencapaian dimensi kemanusiaan yang telah ditetapkan Allah sejak semula. Melalui keturunan Abraham diharapkan akan menurunkan orang – orang yang hidup berdasarkan iman dalam kekuasaan yang dapat memberi kesinambungan secara sosial dengan setiap orang di muka bumi. Jadi bukan sebuah generasi atau kelompok ekslusif yang hanya berfokus pada satu genetika melainkan pada keseluruhan umat manusia di muka bumi.

            Allah menetapkan bahwa melalui Abraham akan membuka peluang bagi setiap orang yang percaya untuk menikmati berkat melalui pengenalan akan Tuhan dengan pengertian dan pemahaman yang benar. Sehingga pendelegasian tugas dan tanggung jawab yang telah gagal dikerjakan oleh Adam dan Hawa dipercayakan kepada Abraham dan keturuannya. Di dalam hal ini tetap berlaku peraturan yang sama yang secara adil menuntut ketaatan kepada perintah Allah. Sehingga orang Israel tidak dapat mengabaikan perjanjian Abraham di dalam hal pemilihan mereka sebagai bangsa yang diberkati bagi kehidupan dunia.

Tuhan menciptakan langit dan bumi. Itu sebabnya Ia pun memilikinya. Kesadaran inilah baru timbul di zaman Pembuangan dan tidak menjawab pertanyaan apakah sebabnya tanah Kanaan secara khusus menjadi tanah milik-Nya (Im. 25: 23). Pemilihan tanah itu, sama seperti pemilihan Israel sebagai umat-Nya, tetap merupakan rahasia Allah. Allah memberikan tanah Kanaan ke pada umat-Nya agar mereka diam disitu – dengan hak tinggal – dan mencari nafkah dengan menggunakannya sebagai padam gembalaan, ladang dan kebun. Israel tidak bertuan atas tanah Tuhan sebagai orang asing dan pendatang (Im. 25: 23) dan bertanggung jawab pada-Nya atas tindak – laku di tanah itu. Di situ Allah yang berkuasa dan memberkati engkau dengan berkat dari langit di atas dan dengan berkat samudera raya yang letaknya di bawah, dengan berkat buah dada dan kandungan” (Kej. 49: 25; bnd. Kej. 27: 28). Embun dan hujan serta sumber air, bahkan keturunan dijanjikan kepada mereka.”Kiranya negeri diberkati dengan yang terbaik (Ul. 33: 13 – 17). Berkat ini pun hanya mengalir jika hubungan baik dengan Tuhan dipelihara. “Segala berkat ini akan datang padamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara Allahmu. Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah engkau di ladang...diberkatilah engkau waktu masuk dan diberkatilah engkau pada waktu keluar (Ul. 28: 1 – 6; bnd. Mzm. 3: 9). Bahkan Allah dapat “mengubah kutuk menjadi berkat bagimu, karena Tuhan Allahmu, mengasihi engkau (Ul. 23: 5b).[3]

3.      Perjanjian Berkat dalam PB

Perjanjian berkat lebih mengedepankan sisi rohani tetapi sekali – kali tidak akan mengabaikan kebutuhan manusia secara materi. Sekalipun disadari bahwa masing – masing memiliki peranan yang berbeda namun keseimbangan diantara keduanya akan menopang kehidupan yang lebih baik selama manusia hidup di dalam dunia. Bahwa Allah tidak memaksudkan penciptaan dunia materi sebagai hal yang berdosa karena kalau tidak demikian maka tubuh manusia bersifat dosa. Tetapi yang dimaksudkan adalah motif – motif keinginan dan kehendak yang harus diselaraskan dengan tujuan Allah.

Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat menggunakan tubuh manusia di dalam mewujudkan kelahiran-Nya, di dalam hal ini diperlihatkan bahwa tubuh manusia tidak dapat dihakimi bersifat dosa.Yesus yang dikandung oleh Roh Kudus memberikan perbedaan antara kemanusiaan Allah dengan manusia berdosa yang dikandung dari benih laki – laki. Demikianlah dasar pemikiran bagi pandangan dan hakekat dunia materi sebagai berkat yang kudus dari Allah. Kalaupun di dalam realita manusia acapkali menggunakannya untuk tujuan yang berdosa namun hal itu tidak menurunkan nilai esensi materi yang adalah ciptaan Allah sepenuhnya.

Perjanjian Baru tidak mengubah atau meniadakan perjanjian berkat Allah yang telah ditetapkan di dalam Perjanjian Lama bagi bangsa Israel maupun bangsa – bangsa, melainkan menggenapinya di dalam Yesus Kristus.  Tetapi lebih menekankan pada arti panggilan Allah di dalam perjanjian-Nya di dalam mengerjakan keselamatan. Artinya berkat yang dijanjikan Tuhan adalah untuk merealisasikan wujud keselamatan di dalam kehidupan yang baru berdasarkan keinginan Roh dan bukan keinginan daging.

Tuhan Yesus mengatakan tentang kebahagiaan orang – orang yang miskin dihadapan Allah sebagai sesuatu yang mustahil tetapi mungkin bagi Allah. Bahkan secara tegas Ia mengemukakan tentang kebodohan orang – orang yang kaya karena motivasi keinginan mereka yang sempit dan berdosa. Tuhan Yesus menempatkan posisi materi berdasarkan keinginan dan motivasi yang dimiliki jadi bukan hanya sekedar pada faktor kepemilikan atau cara mengusahakan. Bahkan para rasul mengungkapkan teguran terhadap orang – orang mencintai uang yang kemudian menimbulkan konflik di dalam berjemaat.

Disisi lain Yesus memberi pujian terhadap pemberian orang – orang yang miskin yang memberi dengan segenap hati dan jiwa untuk menghormati Tuhan. Dalam hal ini yang dilihat bukan ukuran pemberian melainkan motivasi di dalam memberi. Menempatkan kekayaan dengan sikap hati yang benar adalah dasar dari kelayakan orang – orang percaya untuk menerima berkat yang sesungguhnya.

  1. Hidup Berkelimpahan

Makna hidup yang berkelimpahan dalam Kerajaan Allah, harus dipandang dengan dasar yang benar untuk menyelaraskan antara kekayaan dan kehidupan yang kekal. Kekayaan yang terpisah dari tujuan Allah, adalah sebuah kesia – siaan belaka dan tidak memiliki arti sama sekali. Namun jika kekayaan yang dimaksudkan berjalan sesuai dengan misi dan visi Allah didam dunia secara seimbang tentu akan mendatangkan kesejahteraan bagi umat manusia.

Berkat itu mengalir terus-menerus bagaikan air sungai yang dapat dinikmati, digunakan untuk mengairi tanaman, dan diolah demi kepentingan hidup. Demikian juga berkat mengalir dan diolah menjadi damai sejahtera antarmanusia.[4]

Tujuan Allah bagi kehidupan manusia di bumi adalah untuk menikmati berkat – berkat Allah melalui kelimpahan yang telah terlebih dahulu disediakan dengan menempatkan mereka di Taman Eden. Maksud penempatan yang sesungguhnya tidak bersifat pasif tetapi progresif karena manusia diberi tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga serta berkembang melalui keturunan untuk memenuhi bumi. Jadi keberkatan dan kelimpahan dari Tuhan tidak hanya ditujukan bagi orang – orang tertentu saja melainkan secara global bagi seluruh umat manusia. Dengan jalan dan cara demikian maka tidak ada pemisahan atau mengesampingkan orang – orang yang dianggap tidak layak untuk memperoleh hidup yang layak. Sekalipun pada kenyataan tidak semua orang mengalami tingkatan yang sama di dalam hal memperoleh kekayaan namun itu tidak ditujukan hanya untuk sebagian orang, dan mereka yang telah menerima dituntut keperduliaannya didalam menyalurkan berkat Allah, terhadap sesama manusia. 

Dalam satu bagian, objek iman itu dinyatakan sebagai “Percayalah kepada Allah!” (Mrk. 11: 22). Iman yang demikian itu berarti keyakinan yang utuh dalam kuasa dan kebaikan Allah dan dalam kesedian-Nya untuk memberkati orang – orang yang percaya kepada-Nya.[5]

Orang percaya dapat menerima janji atas kelimpahan dengan terlebih dahulu memperoleh apa yang pernah terhilang yaitu keselamatan. Barulah disusul oleh hal lain yang bersifat kebutuhan yaitu materi dan segala sesuatu yang bersifat menunjang kehidupan sebagai anak – anak Allah. Jadi kelimpahan memiliki keterkaitan dengan maksud penyelamatan Allah di dalam kehidupan manusia. Keselamatan tidak hanya dilihat dari sudut pandang yang akan datang tetapi juga dalam konteks masa kini, oleh penyertaan Allah orang – orang percaya mengerjakan tanggung jawab bagi Kerajaan Allah.

Kerajaan Allah adalah suatu kepercayaan kehidupan masa kini  secara bertanggung jawab sebagi anak – anak Allah. Janji bahwa mereka yang meminta akan menerima dan mereka yang mencari akan mendapatkan (Mat. 7: 7), patut dipahami dalam konteks ini. “Hal yang dicari adalah Kerajaan Allah, yang setelah ditemukan adalah pemenuhan dari segala kebutuhan (Luk. 12: 31).[6]

Tujuan utama dari ucapan bahagia itu adalah untuk mengajarkan suatu berkat kebahagiaan masa kini, dan bukan menjanjikan berkat dalam masa penggenapan kelak. Penghiburan bagi mereka yang berdukacita karena kepapaan rohani. Bersifat masa kini dan yang akan datang, sebagai masa lalunya kepuasan bagi yang lapar (Mat 5: 4, 6). Anugerah Kerajaan, yang disebutkan dua kali barangkali termasuk masa kini, maupun yang akan datang. Ucapan Bahagia itu menjelaskan keselamatan eskatologis maupun kebahagiaan masa kini.[7]

Adalah lebih baik memiliki pandangan konstruktif terhadap harta, jabatan dan kekuasaan secara proporsional dan profesional karena tidak dapat dipungkiri selama manusia hidup di dalam dunia akan selalu berurusan dengan materi. Artinya perwujudan dari berkat yang sesungguhnya didalam realita akan memuat hal – hal yang bersifat materi. Tetapi perbedaannya adalah bahwa segala kepemilikan terhadap semuanya itu tidak berasal dari tujuan yang merusak (destruktif). Segala potensi yang dimiliki oleh manusia sudah barang tentu ditujukan untuk kemakmuran dan kemajuan kehidupan yang lebih baik dan bermartabat. 

Semua hal itu merupakan sebab akibat atas proses yang secara alami dapat terjadi bagi mereka yang melakukan tugas secara maksimal dan bertanggung jawab. Artinya semua orang berhak memperoleh kesempatan dan peluang yang sama untuk memperoleh keberhasilan hidup. Sekalipun hal itu tidak menjamin pencapaian keselamatan yang terdapat di dalam Yesus Kristus. Usaha yang maksimal dengan penuh kesungguhan pada akhirnya akan mencapai taraf hidup yang lebih baik secara materi. Acapkali kali hal ini luput dari perhatian orang – orang Kristen yang kadang – kadang beranggapan bahwa kekayaan duniawi adalah kemustahilan dan kekayaan sorgawi adalah sebuah kepastian. Bisa saja pemikiran ini diakibatkan oleh teologi penderitaan yang lebih mendominasi kekristenan pada abad – abad pertama SM. Kadangkala prinsip Kerajaan Allah yang dijelaskan para pengkotbah tidak memiliki relevansi terhadap kehidupan nyata dan orang percaya hanya sebagai pelengkap dan objek penderita. Adalah lebih baik memberikan pemahaman secara wajar terhadap segala hal terkecuali keselamatan yang diberikan sebagai kasih karunia dan bukan usaha manusia. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik sehingga tidak dapat dipisahkan dari konteks membangun manusia seutuhnya dalam rambu – rambu dan koridor secara  normatif. Yang membedakan keberhasilan orang percaya adalah semuanya dibangun dalam kerangka penggenapan janji Allah dan penggenapannya baik dalam kehidupan masa kini dan yang akan datang. Sedangkan bagi orang duniawi semua hal bisa ditujukan untuk keinginan dan kepentingan sendiri. Terlepas dari motivasi yang terkandung dibalik keinginan menjadi kaya, hal itu bukanlah sebuah konsep belaka melainkan suatu kenyataan yang dapat terjadi bagi setiap orang yang mau bekerja dan berusaha sungguh – sungguh.

1.      Pola Kehidupan Kerajaan Allah

Yesaya 35 menggambarkan dengan hidup pemugaran alam pada periode tersebut. Berkat – berkat luar biasa ini akan terjadi sesudah kedatangan Kristus, dan merupakan berkat kerajaan di bumi. Pada masa itu “Tuhan akan menjadi Raja atas seluruh bumi” (Zakharia 14: 9). [8]

Kerajaan Yesus di bumi dalam konteks masa kin tentu diarahkan secara khusus melalu Gereja sebagai tubuh Kristus. Merealisasikan tujuan Allah dan mencapai sasaran keselamatan bagi jiwa tentu bukan hanya sebagai upaya eskatologi semata – mata rohani. Melainkan memberi kontribusi bagi kebutuhan pergumulan selama hidup di dunia, tentu saja unsur materi memiliki peranan dan fungsi untuk membangun manusia seutuhnya dan tidak terlepas dari konteks sosial.

a.       Hidup Masa Kini

Jika kita bertanya tentang isi dari alam baru yang penuh berkat ini, kita mendapati bahwa basileaia, tidak hanya berarti pemerintahan Allah yang dinamis dan kenyataan tentang keselamatan, melainkan juga dipakai untuk menunjukkan anugerah hidup dalam keselamatan. Inilah unsur lain dalam ajaran Yesus. Kerajaan Allah berlaku sebagai satu istilah yang lebih luas bagi semua yang termasuk dalam keselamatan mesias...jika Kerajaan Allah adalah pemberian hidup yang dianugerahkan kepada umat-Nya pada waktu Ia menyatakan pemerintahan di dalam kemuliaan eskatologis, dan jika Kerajaan Allah adalah juga kekuasaan Allah menerobos sejarah sebelum penggenapan eskatologis, maka tentunya kita boleh menerima pemerintahan Allah sekarang untuk mendatangkan berkat awal kepada umat-Nya. Inilah fakta yang kita temukan. Kerajaan itu bukan hanya suatu pemberian eskatologis dari Masa Yang Akan Datang, melainkan juga satu pemberian yang diterima dalam aenon (masa, zaman) lama.[9]

Merepresentasikan Kerajaan Allah didalam dunia tentu tidak dapat mengabaikan aspek kekinian dalam kerangka manusia baru yang memiliki tanggung jawab dalam dimensi kekekalan. Segala sesuatu yang dianugerahkan Allah selama manusia hidup di dunia memiliki keterkaitan dengan aspek soteriologi dan eskatologi. Hal inilah yang tidak disadari oleh manusia di akhir zaman dan faktor kejatuhan manusia pertama. Sehingga kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan untuk berkuasa dibumi tidak malah diselewengkan untuk kepentingan diri sendiri yang lebih didorong oleh keinginan daging.

Karya Kristus memampukan orang percaya untuk membangun hidup yang tidak rapuh terhadap aspek material yang bersifat sementara tetapi pada motivasi yang digerakkan oleh Roh Kudus. Sehingga di dalam mencapai tujuan hidup, orang percaya tidak lagi menempatkan kebahagiaan pada hal – hal yang terbatas tetapi pada pencapaian maksud Allah. Melalui Roh Kudus yang mendiami orang percaya, potensi keberhasilan lebih cenderung diarahkan pada kesempurnaan hidup di dalam Tuhan. Jadi bukan sekedar untuk memiliki banyak harta, menjadi penguasa atau menikmati berbagai – bagai kemudahan. Tetapi lebih merupakan faktor pendukung untuk membangun manusia yang utuh dan mulia sebagai gambar dan rupa Allah.

b.      Hidup pada Masa yang Akan Datang

Matius 25:14 "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.
Perumpamaan tentang talenta disusun dalam kerangka kerja pengajaran Yesus tentang kedatangan-Nya kembali. Sama seperti gadis-gadis pengiring pengantin itu menunggu, demikian juga hamba-hamba yang menerima uang tuannya itu bekerja. Perumpamaan ini mengajarkan bahwa selama Yesus tidak ada, pengikut-pengikut-Nya diharapkan rajin bekerja dengan karunia-karunia yang Dia percayakan kepada mereka. Pengikut-pengikut-Nya bertanggung jawab kepada-Nya pada waktu Dia datang kembali. Karena perkataan-perkataan seperti "turutlah dalam kebahagiaan tuanmu" dan "campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi," Yesus mengisyaratkan bahwa perkataan ini bukan semata-mata perkataan dari tuan itu. Kata-kata ini adalah perkataan-Nya sendiri yang menunjuk kepada hari penghakiman.
Dasar pemikiran bagi kehidupan yang akan datang sangatlah ditentukan pada masa kini, dimana orang – orang yang diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menjalankan tugas sesuai dengan kemampuan masing – masing. Bahwa fakta perumpaan tentang talenta dapat disaksikan dalam realita yang sesungguhnya. Perbedaan antara si miskin dan kaya bukanlah sebuah rahasia demikian juga orang yang berhasil dan sukses dengan mereka yang gagal. Bukankah semuanya ditentukan oleh kemauan untuk melipatgandakan apa yang dimiliki dengan usaha dan upaya yang sungguh – sungguh. Sekalipun keberhasilan orang percaya tidak ditentukan oleh daya dan upaya manusia tetapi hal itu menunjukkan kemauan untuk maju untuk melakukan kehendak Tuhan. Keberhasilan orang percaya selama hidup sangat ditentukan oleh kemauan untuk melakukan perintah Tuhan, jumlah bukanlah ukuran melainkan kemampuan untuk melipatgandakan potensi yang dipercayakan dalam diri setiap orang. Hal inilah yang menjadi penilaian pada masa yang akan datang di dalam penghakiman dimana setiap orang akan dituntut pertanggungan jawab atas setiap tindakan dan pekerjaan yang dilakukan. Hidup masa kini dan yang akan datang memiliki keterkaitan dan tidak boleh diabaikan antara satu dengan yang lain. Jika orang percaya memiliki pengharapan yang pasti pada masa yang akan datang tentu harus diperlihatkan dalam sikap dan perbuatan sehari – hari. Menantikan kehidupan kekal sama pentingnya dengan melakukan pekerjaan yang terbaik dengan sikap yang dipenuhi keinginan untuk maju dan berhasil di dalam segala hal. 

c.       Relevansi Kelimpahan dalam Bidang Sosial

Ketika seseorang menjadi kaya dan berkelimpahan dalam segala hal, tentu merupakan sebuah fenomena yang berbanding lurus dengan dampak yang diberikan terhadap orang – orang disekitarnya. Keberhasilan tidak dapat disembunyikan hanya bagi diri sendiri demikian juga untuk mencapainya juga tetap membutuhkan peranan orang lain. Tidak ada rumus yang mudah untuk memperoleh kekayaan atau kekuasaan semuanya akan diperhadapkan dengan berbagai tantangan baik yang sifatnya membangun dan juga merusak. Bagi mereka yang sudah menempati posisi – posisi strategis dalam strata sosial tentu untuk memperoleh fasilitas adalah sebuah hal yang lumrah. Namun untuk sampai kepada tahap seperti itu tentu saja harus melalui perjalanan yang berat dan panjang. Ukuran keberhasilan tidak dapat dilihat dari kemudahan dan kemampuan mereka untuk meraih berbagai kemudahan tetapi jalan yang mereka tempuh sebelum sampai pada taraf dan tingkatan hidup yang luar biasa. Sekalipun demikian mereka tetap memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan, karena setiap orang yang dipercayakan lebih akan dituntut berbuat hal yang sama. Dunia ini membutuhkan orang – orang yang dapat membangun sehingga berkat Tuhan dapat dinikmati lebih banyak orang. Karena tidak semata – mata Tuhan memberikan kepercayaan untuk kemudian menyembunyikannya atau menggunakannya bagi diri sendiri melainkan memanfaatkan sebesar – besarnya bagi kehidupan umat manusia. Sehingga kalau dikaji lebih mendalam Kerajaan Allah membutuhkan orang – orang yang berpikiran dan bertindak maju untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikianlah orang – orang dapat melihat bahwa manifestasi Kerajaan Allah yang membawa damai sejahtera tidak mustahil dapat terjadi di dalam dunia pada masa kini. 

 

 



[1] Erich Sauer, The King of The Earth (Grand Rapids: Eerdmans, 1962).
[2] Cristoph Bart, Teologi Perjanjian Lama 1, ( Jakarta: BPK-GM, 2012), hal. 101 - 102
[3] Cristoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 2 ( Jakarta: BPK – GM, 2012), hal. 31-34
[4] Christoph Bart, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 47
[5]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru 1, (Bandung: Kalam Hidup, 2013),  hal. 361 - 352
[6] Ibid, George Ladd, hal. 94
[7] Ibid, George Ladd, hal. 95
 
[8] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1997), hal. 568
[9] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid I, (Bandung: Kalam Hidup, 2013), hal. 93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar