Senin, 19 Mei 2014


                                                  WARISAN TABIAT MANUSIA DI BAWAH HUKUM DOSA
                                                                              Oleh: Napoleon Manalu M.Th
 
 

  1. Pengertian

1.        Istilah Warisan Tabiat Manusia

Warisan tabiat manusia dibawah  hukum dosa adalah bahwa manusia telah memiliki sifat yang diwariskan sejak kejatuhan Adam. Sehingga kelahiran setiap orang berpeluang untuk melakukan kejahatan yang menyebabkan kematian dan maut.  Sebagaimana dijelaskan oleh Louis Berkhof, “Sejumlah ayat dalam Alkitab mengajarkan bahwa dosa diwarisi oleh manusia sejak ia dilahirkan dan dengan demikian ada dalam natur manusia sejak sedemikian awal sehingga tidak mungkin dapat disebut sebagai peniruan, Mzm 51: 5; Ayb 14: 4; Yoh. 3: 6. Dalam Efesus 2: 3 Paul berkata kepada orang – orang Efesus bahwa mereka oleh natur mereka adalah anak – anak yang dimurkai; kendatipun juga sebagai sisanya. Dalam ayat ini istilah pada dasarnya menunjuk kepada sesuatu yang dibawa lahir dan asli berbeda dengan pengertian akan sesuatu yang diperoleh kemudian. Jadi dosa adalah suatu yang asli yang dilakukan semua manusia dan menjadikan mereka bersalah di hadapan Allah. Lebih dari itu menurut Alkitab maut juga dialami bahkan juga oleh mereka yang tidak pernah melakukan suatu pilihan pribadi yang dilakukan dengan sadar, Roma 5: 12 – 14. Ayat ini mengandung pengertian bahwa dosa ada pada bayi – bayi sebelum mereka memiliki kesadaran moral. Karena bayi – bayi itu mati, maka dosa mereka ada pada mereka, maka wajarlah jika kita mengasumsikan bahwa penyebabnya juga ada. Akhirnya, Alkitab juga mengajarkan bahwa semua manusia di bawah hukuman dan membutuhkan penebusan yang ada di dalam Yesus Kristus.[1]

Manusia berada di bawah hukum dosa adalah konskwensi pelanggaran terhadap kehendak Allah,  sebagai bagian yang tidak dapat diselesaikan melalui usaha manusia. Peradaban manusia memunculkan berbagai tindak kejahatan yang bersumber pada potensi dosa yang telah dimiliki oleh semua orang. Hal ini tidak berarti bahwa manusia ditujukan untuk memenuhi keinginan dosa dari sejak penciptaan, melainkan natur manusia setelah Adam telah memiliki ikatan dengan sifat – sifat dosa.  

2.       Tabiat Yang Diwariskan

Roma 7: 24 Sebagaimana dijelaskan oleh Donal Guhtrie, “Paulus tidak mengatakan  bahwa  kerangka  badaninya   adalah jahat ; ia tidak memaksudkan penghinaan tubuh manusia yang  diciptakan Allah itu. Tapi yang dimaksudkannya adalah “warisan tabiat manusiawi yang ada di bawah hukum dosa dan maut yang dimilikinya sama dengan semua anak Adam (Bruce).[2]

Tubuh sebagai wujud materi bukanlah awal atau sumber dari dosa, sekalipun  bersentuhan secara langsung dengan berbagai tindak kejahatan. Dosa dihasilkan dan dirancang oleh keinginan dan bukan oleh tubuh sehingga dalam hal ini sifat harus dibedakan dengan wujud. Dosa selalu bersifat rohani sedangkan tubuh adalah wujud secara materi. Sifat rohani adalah kekuatan yang menggerakkan materi untuk mewujudkan keinginan dalam sebuah tindakan yang nyata, sehingga baik jiwa maupun tubuh bertindak jahat.

Sebelum kejatuhan, Allah dan Adam bersekutu satu sama lain; setelah kejatuhan manusia, persekutuan itu putus. Nenek moyang kita yang pertama mulai menyadari ketidaksenangan Allah terhadap mereka; mereka telah melanggar perintah Allah yang tegas untuk tidak makan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dan oleh karena itu mereka bersalah. Mereka sadar bahwa mereka telah kehilangan kedudukan mereka di hadapan Allah dan bahwa mereka kini di bawah penghukuman-Nya.[3]

Pelanggaran terhadap perintah Allah adalah hasil pemikiran manusia yang mengarahkan fokus tubuh untuk melakukan dosa. Akibat yang ditimbulkannya adalah bahwa tubuh  berada pada posisi sebagai pelaku tetapi kesadaran keberdosaan itu tentulah berasal  dari pikiran. Sekalipun pada akhirnya tubuh harus menanggung hukuman atas dosa, namun prakarsa untuk berdosa  berasal adalah dari akal budi manusia.

3.       Dampak Tabiat Manusia

Kejatuhan manusia juga memberikan gambaran perbedaan kualitas sebelum dan sesudah manusia jatuh ke dalam dosa. Bahwa penciptaan terhadap manusia berada dalam kekudusan dan kesempurnaan tanpa adanya kesalahan di dalamnya. Semuanya ditujukan kepada rancangan Tuhan untuk kebaikan sehingga,  penciptaan bukanlah  sumber atau penyebab kejatuhan. Ketika Adam dan Hawa baru saja  diciptakan, mereka bukan saja tidak bersalah, tetapi mereka juga kudus. Mereka tidak memiliki sifat yang berdosa. Kini mereka merasa malu, hina, dan tercemar. Ada sesuatu yang harus mereka sembunyikan. Mereka telanjang dan tidak dapat tampil di hadapan Allah dalam keadaan yang telah keji. Kesadaran akan ketidaklayakan mereka itulah yang menyebabkan mereka membuat pakaian dari daun ara (Kejadian 3: 7). Mereka tidak hanya malu tampil di hadapan Allah dalam keadaan yang baru itu, tetapi mereka juga malu untuk berhadapan satu dengan yang lain. Secara moral mereka telah hancur . Allah telah berfirman kepada Adam mengenai pohon yang terlarang itu. “Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2: 17). Kematian ini pertama – tama merupakan kematian rohani, yaitu terpisahnya jiwa manusia dari Allah. Kematian rohani ini tidak hanya berarti bahwa kita tidak mampu menyenangkan hati Allah, tetapi juga bahwa sifat mereka tercemar. Demikianlah “dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang” (Roma 5: 12). Kenyataan bahwa dosa masuk ke dalam dunia melalui Adam berarti bahwa dosa mulai hadir di dalam umat manusia dan manusia mulai berbuat dosa, perangai manusia menjadi rusak dan manusia mulai bersalah. Manusia menjadi orang berdosa (Roma 5: 19). Pelanggaran yang sesungguhnya bersumber pada sifat manusia yang berdosa.[4]  

Sadar atau tidak sadar dosa adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan pilihan manusia dan tanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkannya berada pada manusia itu sendiri. Sehingga maut yang muncul sebagai hukuman atas dosa adalah bagian yang harus diterima sebagai bagian dari pertanggungan jawaban secara spritual dan moralitas. Manusia secara utuh akan dijatuhi hukuman yang menimpa manusia secara utuh baik, roh, jiwa dan tubuh tanpa terkecuali. Dan menimbulkan kerusakan terhadap hubungan manusia dengan Tuhan, yang menyebar ke segala aspek kehidupan. Dampak dari kejatuhan kedalam dosa adalah kematian manusia sebagai hasil akhir  dalam kebinasaan. Bukan hanya itu semua manusia yang mati di dalam dosa  memiliki  kesamaan  sebagai  keturunan yang berdosa. Artinya dosa setiap orang dalam bentuk ukuran dan bentuk  apapun  akan  ditetapkan  sama  dengan  dosa  Adam  yaitu  pelanggaran  dan ketidaktaatan dan hukumannya adalah kematian secara rohani dan moral dalam tubuh.

Ketika mengatakan bahwa sebagai akibat ketidaktaatan manusia “pasti akan mati” (Kejadian 2: 17). Allah memaksudkan tubuh mereka juga. Allah berfirman kepada Adam, sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kejadian 3: 19). Kata – kata Paulus, “Sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam” (I Korintus 15: 22), terutama menunjuk kepada kematian jasmaniah. Ketika menulis bahwa”...dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang dan oleh dosa itu juga maut (Roma 5: 12). Paulus mencantumkan konsepsi kematian yang menyeluruh: fisik, rohani, dan abadi. Selanjutnya, karena kebangkitan tubuh merupakan bagian dari penebusan (Roma 8: 23), kita tidak dapat menyimpulkan bahwa kematian jasmaniah merupakan akibat dari dosa Adam.[5]

Kematian sebagai hukuman atas dosa yang akan dialami oleh setiap orang dimulai dari kematian moral sebagai pilihan manusia dan bukan karena tubuh manusia. Karena sumber pemberontakan manusia berada di dalam pilihan – pilihan yang berdosa yang telah ditetapkannya berdasarkan pertimbangan moral. Sebagaimana dijelaskan oleh Henry C. Tiessen, “Kematian moral merupakan kematian hidup Allah di dalam diri mereka dan tabiat mereka menjadi penuh dosa; kematian rohani berarti bahwa hubungan mereka dengan Allah sebelumnya sudah hancur. Sejak dosa Adam dan Hawa, semua orang yang lahir memasuki dunia  dengan  tabiat  yang  berdosa  (Roma 8:5-8).  Pencemaran  tabiat  manusia meliputi keinginan bawaan untuk mengikuti kemauannya sendiri tanpa memperhatikan Allah atau sesama, dan pencemaran ini diteruskan kepada semua orang (Kejadian 5:3; Kejadian 6:5; 8:21; Efesus 2:3; lihat Roma 3:10-18).[6]

Kematian moralitas sebagai tabiat yang berdosa menyebabkan kecendrungan manusia untuk mengikuti keiginan memenuhi tuntutan kematian dan tidak lagi dipengaruhi oleh pertimbangan yang membawa kepada kehidupan. Manusia telah digerakkan untuk memenuhi hasrat  yang berdosa dalam segala tindakan dan perbuatannya. (Bersambung)
(Dikutip dari Thesis : Tinjauan Teologis Terhadap Warisan Tabiat Manusia Di Bawah Hukum Dosa Dan Penyelesaiannya Di Dalam Karya Kristus Berdasarkan Roma 7: 26) Penulis: Napoleon Manalu
 

 



[1] Op. Cit. Louis Berkhof, hal. 125 - 126
[2] Ibid, Donald Guthrie, hal. 437
[3] Henry C. Tiessen, Teologi Sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1997), hal. 279 - 280
[4] Ibid, Henry C. Tiessen, hal. 280
[5] Ibid, Henry C. Tiessen, hal. 281
[6]
The Full Life Study Bible. Life Publishers International, Teks Penuntun edisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gandum Mas, 1992. Hal. 1993 - 1994